|
tatapan kosong, mengharap sesutu yang lebih baik :) |
Yah, lagi dan terus-terusan terjadi
lagi… evaluasi kepengurusan akhir-akhir ini selalu saja penurunan yang menjadi
pembahasan. Bukan, bukan penurunan kualitas kegiatan disini. Tapi ada saja
pengurus yang melanggar peraturan yang ia buat sendiri. Sehingga, kena marah
lah hasilnya. Dihukum, dan menyesal, kemudian malu, lalu malas, dan ogah lagi
untuk melakukan kewajibannya sebagai pengurus.
Pengurus kamar santri dewasa ini
juga semakin tak bisa diharapkan, masalah yang timbul di kamar sudah terlalu
menumpuk dan membuat pengurusnya jenuh dan kualahan mulai dari sulit
dibangunkan, piket tidak teratur, tidur larut malam karena terlalu lama curhat
dengan temannya dan masih banyak lagi. Apa yang harus aku lakukan, sebagai
ketua pusat pengurus yang ada di pondok ini, aku harus melakukan sesuatu,
sesuatu yang bisa sedikit memperbaiki semua yang semakin rusak. At least, masih
bisa diklaim Becus !
Malam itu, pukul 23.00..
Tengah gelapnya malam, mulai
menelan suara yang bergeming…
Aku sengaja, memeriksa keadaan
seluruh santri ketika mereka tidur. Seorang santri walaupun menjelang lelapnya,
dia harus tetap mematuhi peraturan, tidur tepat waktu, menggunakan pakaian
tidur, piama atau lainya, asal jangan pakai daster atau nightdress-nya
pengantin baru, yang terpenting mereka harus menggunakan celana panjang selama
tidurnya dan juga menggunakan baju yang mencukupi bahunya. Jumlah kamar disini
lumayan banyak.. mungkin jumlahnya
sekitar 45an lah. Satu persatu mulai ku periksa, dari kamar ke kamar aku
masuki, walau saat itu aku lelah.. tapi aku tak bisa terima, rasanya seperti
ditampar berkali-kali, dipukul dadaku dan di injak-injak dengan kakinya. Huh !
entah, malam itu emosiku memuncak rasanya ingin kumarahi semua yang ada
didepanku.
Kamar ke 30 sudah aku hampiri,
masih saja aku temukan santri yang sibuk menghafal, ataupun mengerjakan PR-nya.
Aku tak boleh tinggal diam. Walau belajar itu hal yang positif untuk dilakukan,
tetap saja, ia melakukan hal yang salah. Waktu tidur malam malah dilakukannya
untuk belajar, logikaku berkata, esok hari ia akan tertidur dikelas, so
lebih baik waktu malam hari itu digunakan untuk tidur dan beristirahat yang
cukup.
Keadaan sunyi sekali saat itu,
tak ada teriakan apalagi suaru gemuruh dari gerombalan santri yang berlalu
lalang, semua terbaring, nyenyak dalam lelapnya. Tapi dalam keheningan, aku
tersadar, ada suara orang yang sedang berbicara, entah sedang bercanda,
berantem, atau curhat atau apalah kurang peka.. aku tengok sejenak, aku
mendapati seorang santri dengan rambut ikal yang ia kuncir rapih, pakaian tidur
pun sudah ia kenakan, tubuhnya membelakangiku, sehingga ia tak sadar bahwa aku
ada di belakangnya. Ia berbicara dengan santri yang sudah terbaring lebih dulu
diatas mattress-nya menggunakan bahasa Indonesia sesuka hatinya padahal
peraturan yang kami taati, dan seluruh santri selalu lakukan, yang telah
menjadi mahkota sekolah kami. Bahasa resmi yang digunakan dalam percakapan
sehari-hari hanya 2, English and Arabic.. yeah.. hanya dua itu saja,
selain dari itu, maka palanggaran telah ia lakukan !
“yaudah si, gue juga gak mau.. besok
aja lah di kelas” sangat jelas ku mendengarnya. Banyak perkataannya sebelum itu
yang dia bicarakan juga pada temannya. Temannya menyadari kedatanganku dan ia
pura-pura tertidur.
“ehem.hm…hm” ku coba memulai
“what are you talking about
sista ?” aku Tanya dia dengan tegasnya.
“urgh!.. no.. no.. nothing”
gugup, terbata-bata ia paksakan untuk menjawab
“u think I don’t know what
u’ve talked about! I heard u from just now ! I get u now ! why u do like this
sista ? aku Tanya dia lagi, dengan tegas dan tenang, aku perhatikan
wajahnya, sampai ia merinding melihatku, tingginya 20 cm dibawahku. Kebayang
gak tuh.
“im sorry sista, im sorry, I
won’t repeat it again, please forgive me” pintanya padaku.
“ok, ok,… I just want to know why you are speaking by Indonesian and you’ve
known how the rule is, don’t you know that speaking by Indonesian is forbidden here
! ku coba memperjelas yang keliru.
“sorry..” ia memelas.
“ I ask you , why ? just
answer me why ? why ? why ? tell me what your name is?”
“Diana.. im Diana.. 4 class”
“why? You can’t speak English?
Is it difficult for u ? hey ! you are 16 sista !
Hening …
“WHY ! suraku naik , aku
bentak ia. Aku tarik kerah bajunya. Gemetar ia rupanya.
“ups sorry, don’t make me
angry . that’s why, answer my question”. Menyebalkan, ia hanya terdiam,
membisu, mungkin takut, mungkin juga tak bisa bicara. Sungguh. sungguh menyebalkan!
Diam. Dan Diana Menunduk.
“don’t you know, how much
we’ve struggle only for improving the language quality here! U think easy to
manage a thousand students here?” Emosiku memuncak, wajahku memerah. Cukup
! “do not repeat again” kata terakhir yang aku ucapkan sambil beranjak
keluar kamar.
“yes sista, I’ll do it”
Pemeriksaan kamar belum aku
tuntaskan. Setelah kejadian tadi aku menunduk, termenung, memikirkan bagaimana
bisa aku membentak seseorang sekeras itu ? untungnya aku menggunakan bahasa inggris saat itu,
andaikan tidak, mungkin kata – kata yang tak pantas bisa keluar mewakili
emosiku saat itu. Damn it ! Tak apalah, ini hanya sebuah teguran, ia
telah meremehkanku sih. Aku tak suka itu. Usth Ela pembimbing yang selalu setia
membina dan mengarahkan aku dan kedua partner-ku selalu bilang, “sebagai
pemimpin kita harus punya taring. Agar mereka tidak meremehkan kita”. Rupanya,
tak semudah yang kubayangkan.
Aku bergegas menuju kamar. Kemudian tidur.
Pagi hari ku bangun, walau lelah
tapi ku tetap mencoba memperbaiki hari ini. Ku lupakan kejadian semalam.
Belajar dikelas. Dan tuntas kulakukan, langsung ku kerjakan kewajiban lainku.
Hingga sore hari tiba, aku
dipanggil oleh Pembina Kepengurusan untuk datang kekelas, Usth Izzah namanya ia
adalah putri pertama Pak Kiai, pimpinan dipondokku, kukira akan ada masalah
baru yang tak jauh tentang pelanggaran pengurus lagi, atau mungkin ada
pekerjaan baru yang harus ku selesaikan hari itu. Tapi semua itu salah. Tak
seperti apa yang kupikirkan, namun suatu hal yang begitu cepat merasuk dalam
rongga telingaku dan langsung menyumbat pernafasanku. Aku di fitnah. Dalam
hatiku berkata. “Apalagi ini ?”
“sulis, saya sudah menghadap pak
Kiai untuk mengklarifikasi semua, untung saya tidak terlambat. Kalau saja
berita ini terdengar oleh Pak Kiai, tak tahu bagaimana kamu sekarang!” ujar
Usth Izzah memulai pembicaraan.
“afwan ya ustadzah. Saya
tidak mengerti” dengan gugupnya aku bertanya.
“kamu tenang saja sulis, kemarin
orangtua Diana langsung membawanya pulang kerumah, ia menelepon ke Usth ela dan
langsung mengadu bahwa diana kamu pukul di bagian dadanya, maka dari itu
orangtuanya membawanya pulang kerumah tanpa izin terlebih dahulu. Yah, walaupun
nadanya agak nyolot, keliatannya sih ia marah dan ia mengancam akan menuntut
kamu dan datang ke Pak Kiai”
“a..a..apa ? Ustadzah saya gak
mungkin melakukan itu, ustadzah percayalah” lemas, darah seketika mengumpal di
otak ku, aku takut.
“kami percaya padamu sulis, kamu
tak mungkin melakukan ini, saya dengar kamu hanya membentak dan menarik bajunya
saja? Jangan takut kami akan bertanggung jawab atas kamu, lain kali kamu harus
lebih dewasa menghadapinya. Kami semua tahu bagaimana sifat Diana, ia sudah
beberapa kali melanggar peraturan bukan kali ini saja” Usth Izzah mencoba
menenangkanku.
“Syukron ya Ustadzah” aku
bersyukur, karena aku masih bisa selamat. Bayangkan, apabila aku seorang santri
perempuan yang memukul adik kelasnya hanya gara-gara pelanggaran bahasa yang
dilakukan, namaku bisa tercoreng, dan telah menuliskan kisah buruk untuk Pak
Kiai, yang sampai saat ini masih kupukirkn bagaimana agar Pak Kiai mengenal ku.
Masa iya, aku terkenal dengan keselahan ini.
Setelah beberapa lama aku
berbincang-bincang, segera aku tinggalkan kelas dan bergegas menuju masjid.
Sambil menunggu maghrib aku membaca Rotib Al-Haddad dan kuluapkan semua
dalam tangisan haru dihadapan Tuhanku. Aku yakin “La Tahzan Innallaha
Ma’ana”.